KISAH MEMILUKAN PENSIUNAN GURU DI AWAL RAMADHAN
Hari pertama memasuki ramadan terlihat seorang bapak tua terlihat gontai berjalan di jalan aspal saat kondisi hujan.
Berbusana muslim dengan kopyah dan celana hitam kombinasi baju kuning. Tas warna hijau disanggul dengan mantap, entah apa isi di dalamnya.
Tubuhnya mulai rengkuh dimakan usia tetap saja mengayunkan langkah memaksa untuk berjalan.
Dia tertangkap kamera wartawan, saat menyusuri sepanjang jalan dari Arjasa menuju Kecamatan Kalisat Jember.
Ahyat nama panggilan di kampungnya. Dia tinggal sebatangkara di Desa Sumber Dumpyong, Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso.
Di KTPnya tertulis Ahyat adalah seorang PNS. Diakuinya kalau sampai dirinya umur 60 melakoni profesi sebagai guru di salah satu Sekolah Dasar (SD) di daerah sekitar.
Kelahiran 1 januari 1945 pada saat masa penjajah sebelum Negara Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Dirinya sudah berjalan sejauh 15 kilometer dengan keringat bercucuran. Lalu lalang kendaraan bermotor tak satupun menawarkan kepadanya untuk sekedar menumpang.
Tatapannya lirih, seakan ada sejuta harapan yang ada dibenaknya. Dia tersenyum menyapa setiap ada sepeda yang melewatinya.
Pahlawan tanpa jasa ini mengaku akan menjemput sisa gaji pensiunnya di Kantor Pos Kalisat.
"Saya mantan pensiunan guru, saya terpaksa jalan kaki. Kalau saya naik ojek, saya tidak punya uang. Gajipun hanya tinggal Rp100.000 saja," ucapnya dengan nada memelas.
Tak bisa dibayangkan, dengan pangkat golongan 2b, apabila gaji untuh akan diterima hampir Rp.3.000.000 perbulan. Kini, di masa tuanya nyaris tak tersisa.
Diceritakan Ahyat, bahwa gajinya tidak bisa diharap karena sebelumnya habis untuk biaya operasi sang istri tercinta, saat mengalami kecelakaan walaupun akhirnya tidak tertolong.
Dia sadar, sebagai seorang guru yang bermodal ijazah Sekolah Rakyat (SR) setara SD yang hanya bisa untuk makan keluarga harus dipotong oleh bank karena sebelumnya telah berhutang .
Masa pensiunan yang seharusnya santai menikmati hari tua seperti teman-teman seangkatan, namun tidak bagi dirinya.
Keadaan berkata lain. Ahyat harus bekerja keras mencari sampingan sebagai buruh serabutan hanya untuk bertahan hidup mencari pengganjal perut.
"Saya hidup sendiri tanpa istri dan tidak punya anak. Hidup ini memang keras, tetapi badan bapak semakin lama semakin tidak kuat," ujarnya dengan meneteskan air mata.
Hari ini, mungkin rejeki masih belum berpihak kepadanya. Walaupun harus jauh berjuang dengan kondisi berpuasa Kantor Pos Kalisat yang dituju, sudah lebih dulu tutup dengan kondisi terborgol.
Dia terlihat kebingungan, sedangkan uang sepeserpun tak dia pegang.
"Mungkin saya tidur di mushala atau depan emperan toko sana. Sekalian menunggu hari senen. Untuk berbuka cukup air putih di sumur sana," tambahnya dengan air mata berkaca-kaca.
Hanya sebuah harapan besar, gaji 13 bisa turun sebelum hari raya. Yang jumlahnyapun tak seberapa.
Itupun sudah dipersiapkan untuk menutupi hutang di tetangga, yang ia pinjam selama dirinya sakit tak bekerja.
"Seperti inilah nasib mantan guru jaman dulu. Saya hanya punya harapan kepada pemerintah, saya tidak ingin belas kasihan, jangan sampai ada lagi pensiunan seperti saya," harapnya dengan nada terbata-bata.
"Gratiskan betul biaya pendidikan dan kesehatan, berikan penghargaan pada pejuang, karena jasa guru kalian seperti sekarang. Jangan pernah lupakan sejarahmu," tambahnya.
Dari Ahyat kita bisa belajar arti sebuah perjuangan dan ketabahan. Hanya demi uang Rp.100.000 dirinya rela berjalan kaki dan menginap.
Bagi kita yang dicukupkan rejeki, di bulan Ramadhan ini untuk bisa mengucapkan syukur dengan berbagi kepada sesama.
Ternyata, masih banyak orang yang kondisinya jauh di bawah kita.
Info Donasi Kemanusiaan.
Nama rekening; RAKOMPADAS KOBER PEDULI,
nomor: 1412011984 Bank Jatim.
Konfirmasi transfer ke 081336314389
(cek no telp & rekening di 'tentang halaman' ini.
BAGIKAN INFO INI
*saran halaman: sukai Komunitas Orang Jawa Timur
Sumber: suarajatimpost.com
Tubuhnya mulai rengkuh dimakan usia tetap saja mengayunkan langkah memaksa untuk berjalan.
Dia tertangkap kamera wartawan, saat menyusuri sepanjang jalan dari Arjasa menuju Kecamatan Kalisat Jember.
Ahyat nama panggilan di kampungnya. Dia tinggal sebatangkara di Desa Sumber Dumpyong, Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso.
Di KTPnya tertulis Ahyat adalah seorang PNS. Diakuinya kalau sampai dirinya umur 60 melakoni profesi sebagai guru di salah satu Sekolah Dasar (SD) di daerah sekitar.
Kelahiran 1 januari 1945 pada saat masa penjajah sebelum Negara Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Dirinya sudah berjalan sejauh 15 kilometer dengan keringat bercucuran. Lalu lalang kendaraan bermotor tak satupun menawarkan kepadanya untuk sekedar menumpang.
Tatapannya lirih, seakan ada sejuta harapan yang ada dibenaknya. Dia tersenyum menyapa setiap ada sepeda yang melewatinya.
Pahlawan tanpa jasa ini mengaku akan menjemput sisa gaji pensiunnya di Kantor Pos Kalisat.
"Saya mantan pensiunan guru, saya terpaksa jalan kaki. Kalau saya naik ojek, saya tidak punya uang. Gajipun hanya tinggal Rp100.000 saja," ucapnya dengan nada memelas.
Tak bisa dibayangkan, dengan pangkat golongan 2b, apabila gaji untuh akan diterima hampir Rp.3.000.000 perbulan. Kini, di masa tuanya nyaris tak tersisa.
Diceritakan Ahyat, bahwa gajinya tidak bisa diharap karena sebelumnya habis untuk biaya operasi sang istri tercinta, saat mengalami kecelakaan walaupun akhirnya tidak tertolong.
Dia sadar, sebagai seorang guru yang bermodal ijazah Sekolah Rakyat (SR) setara SD yang hanya bisa untuk makan keluarga harus dipotong oleh bank karena sebelumnya telah berhutang .
Masa pensiunan yang seharusnya santai menikmati hari tua seperti teman-teman seangkatan, namun tidak bagi dirinya.
Keadaan berkata lain. Ahyat harus bekerja keras mencari sampingan sebagai buruh serabutan hanya untuk bertahan hidup mencari pengganjal perut.
"Saya hidup sendiri tanpa istri dan tidak punya anak. Hidup ini memang keras, tetapi badan bapak semakin lama semakin tidak kuat," ujarnya dengan meneteskan air mata.
Hari ini, mungkin rejeki masih belum berpihak kepadanya. Walaupun harus jauh berjuang dengan kondisi berpuasa Kantor Pos Kalisat yang dituju, sudah lebih dulu tutup dengan kondisi terborgol.
Dia terlihat kebingungan, sedangkan uang sepeserpun tak dia pegang.
"Mungkin saya tidur di mushala atau depan emperan toko sana. Sekalian menunggu hari senen. Untuk berbuka cukup air putih di sumur sana," tambahnya dengan air mata berkaca-kaca.
Hanya sebuah harapan besar, gaji 13 bisa turun sebelum hari raya. Yang jumlahnyapun tak seberapa.
Itupun sudah dipersiapkan untuk menutupi hutang di tetangga, yang ia pinjam selama dirinya sakit tak bekerja.
"Seperti inilah nasib mantan guru jaman dulu. Saya hanya punya harapan kepada pemerintah, saya tidak ingin belas kasihan, jangan sampai ada lagi pensiunan seperti saya," harapnya dengan nada terbata-bata.
"Gratiskan betul biaya pendidikan dan kesehatan, berikan penghargaan pada pejuang, karena jasa guru kalian seperti sekarang. Jangan pernah lupakan sejarahmu," tambahnya.
Dari Ahyat kita bisa belajar arti sebuah perjuangan dan ketabahan. Hanya demi uang Rp.100.000 dirinya rela berjalan kaki dan menginap.
Bagi kita yang dicukupkan rejeki, di bulan Ramadhan ini untuk bisa mengucapkan syukur dengan berbagi kepada sesama.
Ternyata, masih banyak orang yang kondisinya jauh di bawah kita.
Info Donasi Kemanusiaan.
Nama rekening; RAKOMPADAS KOBER PEDULI,
nomor: 1412011984 Bank Jatim.
Konfirmasi transfer ke 081336314389
(cek no telp & rekening di 'tentang halaman' ini.
BAGIKAN INFO INI
*saran halaman: sukai Komunitas Orang Jawa Timur
Sumber: suarajatimpost.com
Post a Comment