Header Ads

Gizi Buruk, Tiga Tahun Belum Jalan



MEMILUKAN : Keluarga sepertinya pasrah dengan kondisi gizi buruk Asroun Naim (digendong, Red), 3, bocah asal RT 4 RW 1 Dusun Sukosari, Desa Jatisari, Jenggawah.


JEMBER – Bayi penderita gizi buruk di Jember sepertinya seperti gunung es. Data dinas kesehatan tercatat ada 327 bayi di Jember yang mengalami gizi buruk dan kebanyakan berasal dari keluarga kurang mampu.
Pihak keluarga sepertinya pasrah dengan kondisi yang menimpa penderita gizi buruk sehingga semakin memperburuk kondisinya.
Jangankan untuk merawat sang bayi, untuk kehidupan sehari-hari lebih banyak mengharapkan uluran tangan bantuan dari sanak famili, tetangga dan pemerintah.
Seperti Asroun Naim, 3, bocah asal Dusun Sukosari, Desa Jatisari, Jenggawah. Putra kedua pasangan Sumila dan Almarhum Ahmad ini hanya bisa menghabiskan waktunya di tempat tidur. 
Bukan hanya tidak bisa berjalan, tubuhnya yang terbungkus kulit saja ini terlihat cukup memprihatinkan karena di usianya yang tiga tahun bobotnya hanya 7 kg. “Kalau ada yang menggendong baru keluar,” ucap Sumila, sang ibu saat ditemui Jawa Pos Radar Jember di rumahnya kemarin. Bukan hanya itu, bocah ini juga masih belum bisa berbicara sepatah kata pun. Namun, terlihat dari sorot matanya bisa dibaca jika dia terlihat bahagia saat diajak bercanda meskipun tidak banyak bisa bergerak. 
Padahal, anak-anak seusianya seharusnya sudah bisa bermain dan berlari. Bahkan sudah waktunya masuk ke sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Kelompok Bermain (KB). Berdasarkan informasi dari Sumila, sebenarnya saat lahir Naim tidak mengalami gejala aneh. Bahkan Naim, menurut Sumila, terlahir normal. Seperti kakaknya Fathur Rohman yang kini sudah duduk di kelas 2 MTs.
Namun, perubahan pertumbuhannya ini terhambat saat usianya 15 bulan. “Sekitar satu bulan setelah ayahnya meninggal, dia sakit panas sekali,” tuturnya.
Di keluarganya, ada mitos jika Ahmad, sang ayah belum ikhlas meninggalkan buah hatinya yang masih bayi itu sehingga nggandoli sang anak setelah meninggal dunia.
Tetapi melihat gejalanya, kemungkinan besar karena step alias stuip yakni kejang demam panas tinggi pada sang anak. Dirinya menganggap bocah ini hanya sakit panas biasa sehingga hanya memberikan perawatan seadanya.
Setelah kejadian itulah, kondisi tubuh Naim terus drop bahkan terus memburuk. Di mana Naim sudah tidak terhitung masuk ke fasilitas kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit.
“Ikut, kalau ada kegiatan posyandu tidak pernah absen,” jelasnya. Dirinya pun mengaku juga sering mendapatkan pemberian makanan tambahan (PMT) dari posyandu dan diberikan kepada sang bayi. Namun, kondisinya tidak kunjung membaik dan dikabarkan oleh dokter yang menangani si bocah ini mengalami gizi buruk.
Menurut Sumila, pihaknya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sumila yang tinggal bersama keluarga besarnya ini juga tidak bekerja alias pengangguran.
Bahkan, untuk hidup bergantung pada keluarganya, tetangga, dan juga pemerintah. Di mana kebetulan memang rumahnya tak jauh dari rumah Kepala Desa Jatisari sehingga sering dibantu secara pribadi. “Juga sudah diberi bantuan beras itu (raskin, Red),” terangnya.
Dengan keterbatasan itulah, Sumila mengaku dirinya tidak bisa memberikan perawatan lebih untuk bisa menyehatkan Naim. Dirinya mengaku pasrah dengan nasib tersebut dan tetap berusaha merawat Naim dengan baik.
Perawatan khusus biasanya dilakukan jika kondisi Naim memang sedang drop alias jatuh sakit.
“Biasanya sakitnya panas, rewel, diare,” tuturnya. Dirinya mengaku sudah sering bahkan hampir dua minggu sekali membawa anaknya ke Puskesmas Kemuningsari Kidul dan juga RSD dr Soebandi. Jika sudah agak baikan, sang bocah malang ini dibawa pulang kembali dan menjalani kehidupan seperti biasanya.
Sementara itu, saat Jawa Pos Radar Jember ke sana, kebetulan ada kunjungan dari Camat Jenggawah Rahman Hidayat. Dirinya memang memantau perkembangan Naim yang ramai di media sosial. Terkait Naim, diakuinya baik tetangga, pemerintah desa, maupun kecamatan tidak tutup mata. “Kalau pas sakit pasti selalu ada petugas yang mengantarkan,” jelasnya.
Bahkan, pihak desa dan kecamatan selalu membantu dengan memproses surat pernyataan miskin. “Untuk Kartu Jamkesmas baru jadi beberapa hari lalu,” jelasnya. Ini juga berkat kesigapan desa yang mengusulkan agar keluarga Naim bisa mendapatkan BPJS Kesehatan tersebut. Kartu ini sangat penting jika Naim sakit sewaktu-waktu.
Bukan hanya masalah kesehatan Naim saja, untuk keluarga Sumila juga mendapatkan sejumlah bantuan dari pemerintah termasuk beras miskin dan jaminan sosial lainnya. Sehingga pihak aparat pemerintah juga membantu sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.
(jr/ram/har/JPR)

Sumber: www.radarjember.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.