Header Ads

TERINDIKASI LGBT LOMBA FASHION DIJEMBER DIBUBARKAN PAKSA


Berdalih LGBT, Lomba Fashion di Jember Dibubarkan Wajah Ketua Penyelenggara lomba fashion dan modeling The King and Queen of Java 2017, Naning Sisiana, terlihat lelah. Ia baru saja mengalami pengalaman traumatik, karena polisi membubarkan paksa acara peragaan busana batik yang bertajuk Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Acara itu Ia gelar di Hotel Aston Jember.

Pembubaran tersebut karena ada laporan dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan di Jember yang menuding kegiatan tersebut ada unsur LGBT [Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender], karena diikuti oleh sejumlah waria.

“Padahal kegiatan kami murni untuk mencari bakat model. Dan beberapa pesertanya juga terdiri dari anak-anak yang didampingi orang tuanya,” katanya, saat menggelar press rilis Minggu (27/8) sore kemarin.

Pimpinan May Enterprise itu mengaku sangat terkejut saat kegiatan hendak digelar. Tiba-tiba mereka didatangi polisi yang jumlahnya cukup banyak. Kedatangan pihak polisi pun dinilai berlebihan, karena ada sikap arogansi saat meminta kegiatannya dibubarkan. Polisi juga menekan penyelenggara dan meminta membubarkan kegiatan itu dalam waktu tiga menit.

“Padahal kami sudah prosedural meminta izin ke pihak kepolisian. Mulai dari Polsek Kaliwates, yang kemudian ditembuskan ke Polres Jember. Dari Polres izin kami belum keluar. Tapi kami sudah beriktikad baik meminta izin keramaian,” ujarnya.

Naning merasa kecewa, sebab pembubaran itu dilakukan setelah para peserta berkumpul semua. Alasannya juga tak masuk akal, pembubaran itu lantaran ada permintaan dari salah satu Ormas Keagamaan di Jember. Naning menuturkan, kala itu salah seorang polisi berkata, “kalau tidak dibubarkan dikhawatirkan ada pertumpahan darah”.

Karena merasa ditekan, panitia pun memilih membubarkan kegiatannya. Meski mereka akhirnya harus rugi jutaan rupiah. Yang membuat mereka kecewa berat, nama baik organisasinya tercemar.

Gembos adalah salah satu peserta kegiatan itu. Kepada wartawan dirinya mengaku rugi. Karena beberapa pesanan busana dari sejumlah peserta cilik harus diurungkan akibat aksi pembubaran tersebut. Padahal busananya sudah siap dan tinggal dipakai.

Dia semakin kecewa, karena ada tudingan acara tersebut adalah kegiatan para waria yang dianggap mendukung kampanye LGBT. Padahal menurutnya, kegiatan itu rutin dan sering digelar di kota lain yang melibatkan anak-anak dengan dampingan orang tuanya.

“Ada bancinya memang iya. Tapi bukan pesta banci. Bancinya hanya merias, bikin pakaiannya dan itu hak warga negara mencari nafkah,” tegasnya.

Pria yang mengaku salah satu aktivis binaan Komnas HAM itu akan melakukan koordinasi dengan organisasinya di pusat. Karena pembubaran itu dinilai telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

Kasus pembubaran ini, menambah deretan panjang perlakukan diskriminatif yang berdalih LGBT. Berdasarkan laporan LSM Arus Pelangi 2013, yang dirilis laman tirto.id, tercatat 89,3 persen LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan dan perlakuan diskriminatif.

Dari mereka yang diperlakukan tidak adil tersebut, 79,1 persen responden mengaku pernah mendapat kekerasan psikis, 46,3 persen mengalami kekerasan fisik, 26,3 persen kekerasan ekonomi, dan 45,1 persen kekerasan seksual.

Sementara itu, Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo, membenarkan jika anggotanya melakukan pembubaran acara tersebut. Dia harus bersikap cepat, karena sudah ada salah satu ormas yang akan membubarkan acara tersebut. Jika polisi tidak segera melakukan tindakan antisipasi, pihaknya khawatir terjadi aksi kekerasan.

Kusworo mengakui, alasan ormas itu meminta kegiatan tersebut dibubarkan, karena dituding acara LGBT. Namun dia berjanji, akan menyelesaikan persoalan itu dengan pihak penyelenggara. Bahkan, pihaknya siap berdialog dengan pihak mana pun, untuk menyelesaikan hal demikian.

“Karena polisi bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat,” pungkasnya. (*) 
 
Sumber: http://www.penanusantara.id/main-desktop/berita_detil-1219-detil.html

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.