MASIH PERTAHANKAN CARA TRADISIONAL
AMBULU – Ditengah modernisasi, perajin terasi di kawasan Payangan Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu masih mempertahankan cara tradisional. Home industry terasi Payangan masih banyak mengunakan lesung untuk menumbuk udang hingga halus.
Kurang lebih ada sepuluh titik pengolahan terasi skala kecil di daerah ini. Umumnya, pemilik usaha mempekerjakan lima sampai sepuluh buruh lepas untuk mengolah udang jadi terasi. Mulai dari menjemur udang sebagai bahan baku, menghaluskan, menjemur lagi, dan pada akhirnya jadi batangan terasi. “Satu kuintal terasi upahnya Rp 200 ribu. Uang itu dibagi dengan berapa banyak orang yang bekerja,” ujar Busari, salah seorang buruh lepas terasi di Payangan.
Dari kisaran sepuluh lokasi produksi terasi itu, 75 persen masih menggunakan cara tradisional atau manual. Yaitu menghaluskan udang dengan cara menumbuknya di lesung. Sedangkan sisanya, sudah menggunakan peralatan mesin giling.
Juarni, 60, termasuk perajin terasi yang masih menggunakan metode manual. Warga Payangan yang mengaku sudah 30 tahun menekuni pengolahan terasi itu menuturkan, dengan cara ditumbuk, para pekerja bisa membuat satu keranjang udang menjadi terasi dalam tempo dua hari. “Jadi mulai dijemur, kemudian ditumbuk, lantas dijemur lagi, sampai siap dicetak menjadi terasi batangan itu butuh waktu dua hari,” ujarnya.
Proses penumbukan itu membutuhkan waktu kisaran dua jam setiap satu keranjang jika dikerjakan oleh sepuluh orang. Sementara itu, jika penghalusan mengandalkan mesin giling, dengan jumlah udang yang sama hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 15 menit.
Kendati pemakaian mesin bisa mempercepat kinerja, Juarni mengaku belum berfikir mengganti alat produksinya dengan mesin giling. Alasannya tersebut tidak lebih lantaran sudah sejak lama terbiasa menggunakan cara manual dengan menumbuk udang guna beroleh udah halus. “Ya dari dulu sudah gini,” kata Juarni polos
Post a Comment