CERITA PILU, SANG PENJUAL KERUPUK KELILING ASAL JEMBER
JEMBER, (suarajatimpost.com) - Langkah gontai seorang bapak tua berjalan di tengah teriknya matahari yang menyengat di siang hari.
Hanya topi budar sebagai pelindung kepala, sambil memikul 4 kantong plastik besar berisi ratusan kerupuk.
Entah sudah berapa desa dia lintasi, sambil sesekali berteriak menawarkan barang dagangannya.
"Kerupuk, kerupuk, ayo yang kerupuk," lantang dia suarakan.
Tapi, tidak ada satupun warga yang dia lewati merespon. Jangankan untuk membeli, menyahutpun tidak.
Lalu lalang suara kendaraan sepeda motor, sudah menjadi sarapan kebiasaan sehari-hari di telinganya.
Begitulah aktivitas rutin yang dilakukan Niman (54) warga Desa Kalisat Utara, Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember.
Tidak jarang, dia berangkat dengan perut kosong, hanya sebotol air mineral lusuh di dalam tasnya selalu dia bawa ke mana-mana.
Hampir bisa dipastikan, setiap hari dia harus berkeliling jalan kaki puluhan kilometer, melintas tiga kecamatan memutar ke arah Sukowono, kemudian Kecamatan Sumberjambe dan Ledokombo. Lalu kembali lagi ke Kalisat.
Hanya demi mencari pengganjal perut, dan bertahan hidup untuk sang anak dan istrinya, dia rela melakoni peran sebagai penjual kerupuk keliling.
"Penghasilan tidak menenentu, kadang Rp.30.000 kadang hanya Rp.20.000 perhari, saya jualkan punya tetangga, kalau saya hanya diam di satu tempat, tidak ada yang membeli," ujarnya memalas.
Tidak hanya itu, karena seringnya berjalan, dia memilih sering tidak memakai alas kaki. Alasannya, sandal jepit yang dia gunakan sering copot karena jauhnya perjalanan yang dia tempuh.
"Dari pada dibelikan sandal jepit terus, lebih baik untuk beras satu kilo, bisa dinikmati bersama keluarga," tambahnya.
Dirinya sadar, usianya yang tidak lagi muda, harus bisa berhemat ditabung untuk hari tua dan masa depan anaknya.
"Saya kumpulkan, untuk membeli kambing. Saya tau saya sudah mulai tua tidak selamanya akan sehat seperti ini," tukasnya.
Menurut salah seorang tetangganya, Tohari (45), hal yang sangat membuat hatinya terenyuh. Ketika kerupuk tidak laku dan terkena hujan.
"Kalau sudah terkena hujan, biasanya kerupuk mlempem. Mau tidak mau harus ganti rugi, penghasilannya kadang ya ke ikut," jelasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Tohari, rumah yang ditempati juga tidak layak huni. Dan perlu ada perbaikan.
"Niman atau Pak Sipol bagi masyarakat di sini, dikenal baik. Dia memang ulet dan tak kenal lalah. Rumahnya juga sangat memprihatinkan terbuat dari bambu, harusnya ya sudah direhab, jangankan untuk membenahi rumah, buat makan setiap hari dia susah," bebernya.
Tohari berharap, ada pihak-pihak dermawan yang tergerak hatinya untuk bisa membantu memberi Niman modal usaha. Sehingga tidak harus terus berjalan kaki menjual kerupuk setiap harinya.
Sumber: www.suarajatimpost.com
Post a Comment